ANALISIS KASUS BAIQ NURIL (PENULISAN 16)
Kronologi Kasus Baiq Nuril, Bermula dari Percakapan
Telepon
Korban pelecehan
seksual yang divonis bersalah di kasasi, Baiq Nuril Maknun. (Detikcom/Hari)
Jakarta, CNN
Indonesia -- Nama mantan guru honorer di SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat
(NTB), Baiq Nuril Maknun, menuai perbincangan usai dinyatakan
bersalah menyebarkan rekaman bermuatan kesusilaan dan dihukum enam bulan
penjara serta denda Rp500 juta dalam putusan kasasi Mahkamah Agung (MA). Baiq Nuril pun
merasa diperlakukan tidak adil lantaran dirinya adalah korban kasus perbuatan
pelecehan yang dilakukan Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram, M. Pelecehan itu
disebutnya terjadi lebih dari sekali.
Rentetan kasus
pelecehan itu dimulai pada medio 2012. Saat itu, Baiq masih berstatus sebagai
Pegawai Honorer di SMAN 7 Mataram. Satu ketika dia ditelepon oleh M. Perbincangan antara
M dan Baiq berlangsung selama kurang lebih 20 menit. Dari 20 menit perbincangan
itu, hanya sekitar 5 menitnya yang membicarakan soal pekerjaan. Sisanya, M
malah bercerita soal pengalaman seksualnya bersama dengan wanita yang bukan
istrinya. Perbincangan itu pun terus berlanjut dengan nada-nada pelecehan terhadap Baiq.
Terlebih M menelepon Baiq lebih dari sekali. Baiq pun merasa terganggu dan
merasa dilecehkan oleh M melalui verbal. Tak hanya itu, orang-orang di
sekitarnya menuduhnya memiliki hubungan gelap dengan M.
Merasa jengah
dengan semua itu, Baiq berinisiatif merekam perbincangannya dengan M. Hal itu
dilakukannya guna membuktikan dirinya tak memiliki hubungan dengan atasannya
itu. Kendati begitu, Baiq tidak pernah melaporkan rekaman itu karena takut
pekerjaannya terancam. Hanya saja, ia bicara kepada Imam Mudawin, rekan kerja Baiq, soal rekaman itu.
Namun, rekaman itu malah disebarkan oleh Imam ke Dinas Pemuda dan Olahraga
(Dispora) Mataram. Diketahui, penyerahan rekaman percakapnnya dengan M Baiq itu hanya
dilakukan dengan memberikan ponsel. Proses pemindahan rekaman dari ponsel
ke laptop dan ke tangan-tangan lain sepenuhnya dilakukan oleh Imam.
Merasa tidak terima aibnya didengar oleh banyak orang, M pun melaporkan Baiq ke
polisi atas dasar Pasal 27 Ayat (1) Undang-undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE). Padahal rekaman tersebut disebarkan oleh Imam, namun malah
Baiq yang dilaporkan oleh M. Kasus ini pun berlanjut hingga ke persidangan. Setelah laporan diproses,
Pengadilan Negeri Mataram memutuskan Baiq tidak bersalah dan membebaskannya
dari status tahanan kota. Kalah dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding hingga kasasi
ke Mahkamah Agung. Singkat cerita pada 26 September 2018 lalu, MA memutus Baiq
bersalah.
Petikan Putusan
Kasasi dengan Nomor 574K/Pid.Sus/2018 yang baru diterima 9 November 2018
menyatakan Baiq Nuril bersalah melakukan tindak pidana, "Tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang
melanggar kesusilaan." Ia kemudian dihukum
enam bulan penjara dan dipidana denda senilai Rp500 juta, dengan ketentuan
apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga
bulan. Putusan ini menuai kritik dan jadi bahan perbincangan. Dalam rilis resminya,
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyebut hakim seharusnya
berpedoman pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 3 tahun 2017 tentang
Pedoman Mengadili Perempuan Berhadapan dengan Hukum. Pasal 3 huruf b Perma
tersebut menyebutkan hakim mengidentifikasi situasi perlakuan tidak setara yang
diterima perempuan yang berhadapan dengan hukum. ICJR juga menyoroti
pemahaman hakim MA terhadap UU ITE. Menurut ICJR Baiq tidak dapat dijatuhi
hukuman lantaran putusan PN Mataram menyatakan bahwa Baiq tak melanggar
ketentuan pidana. Berdasarkan fakta persidangan Baiq tidak pernah menyebarkan
rekaman tersebut. Menurut ICJR, Pasal
27 ayat (1) UU ITE itu dalam penjelasannya didesain untuk penyebaran dalam
sistem elektronik dan harus dikaitkan dengan pasal kesusilaan dalam KUHP.
Perbuatan yang dilarang adalah penyebaran konten bermuatan pelanggaran asusila
yang diniatkan untuk menyebarkannya di muka umum.
ANALISIS KASUS
Faktor penyebab ketidakadilan hukum di Indonesia antara
lain:
1. Tingkat kekayaan seseorang. Tingkatan kekayaan seseorang
itu mempengaruhi berapa lama hukum yang ia terima.
2. Tingkat jabatan seseorang. Orang yang memiliki jabatan
tinggi apabila mempunyai masalah selalu penyelesaian masalahnya dilakukan
dengan segera agar dapat mencegah tindakan hukum yang mungkin bisa dilakukan.
Tetapi berbeda dengan pegawai rendahan. Pihak kejaksaan pun terkesan
mengulur-ngulur janji untuk menyelesaikan kasus tersebut.
3. Nepotisme. Mereka yang melakukan kejahatan namun memiliki
kekuasaan atau peranan penting di negara ini dapat dengan mudahnya keluar dari
vonis hukum. Ini sangat berbeda dengan warga masyarakat biasa yang akan
langsung di vonis sesuai hukum yang berlaku dan sulit untuk membela diri atau
bahkan mungkin akan dipersulit penyelesaian proses hukumnya.
4. Ketidakpercayaan masyarakat pada hukum. Ketidakpercayaan
masyarakat pada hukum muncul karena hukum itu lebih banyak merugikannya. Di
lihat dari yang diberitakan di telivisi pasti masalah itu selalu berhubungan
dengan uang. Seperti faktor yang di jelaskan di atas membuat kepercayaan
masyarakat umum akan penegakan hukum menurun.
Cara mengatasi ketidakadilan hukum di Indonesia]
Untuk memperbaiki
penegakan hukum di Indonesia maka para aparat hukum haruslah taat terhadap hukum
serta berpegang pada nilai-nilai moral dan etika yang berlaku di masyarakat.
Apabila kedua unsur ini terpenuhi maka di harapkan penegakan hukum secara adil
juga dapat terjadi di Indonesia.
Kejadian-kejadian
yang selama ini terjadi diharapkan dapat menjadi intropeksi diri bagi para
aparat hukum dalam penegakan hukum di Indonesia. Sikap intropeksi diri
merupakan sikap terpuji yang dapat dilakukan oleh para aparat penegak hukum
disertai upaya pembenahan dalam sistem penegakan hukum di Indonesia.
Kegiatan revormasi
hukum perlu dilakukan dalam rangka mencapai hukum yang berkeadilan. Beberapa
konsep yang perlu di wujudkan antara lain :
1.
Penggunaan hukum yang berkeadilan sebagai landasan
pengambilan keputusan oleh aparatur negara.
2.
Adanya lembaga pengadilan yang independen, bebas dan
tidak memihak.
3.
Aparatur penegak hukum yang professional.
4.
Penegakan hukum yang berdasarkan prinsip keadilan.
5.
Kemajuan dan perlindungan HAM.
6.
Partisipasi publik.
7.
Mekanisme kontrol yang efektif.
SOLUSI
Seharusnya
pemerintah Indonesia dapat bertindak lebih adil dan untuk kalangan atas lebih
memperhatikan lagi dengan segala aspek dalam hukum yang ada dalam negara kita
ini. Bertindaklah seadil-adilnya agar tidak ada pihak yang dirugikan.Untuk menghindari
ketidakadilan hukum di Indonesia kita tidak boleh membedakan tingkat kekayaan
seseorang, tingkat jabatan seseorang, tidak melaksanakan nepotisme, menghindari
ketidakpercayaan hokum dalam penegakan hokum di Indonesia.
Untuk mengatasi
ketidakadlian hukum di Indonesia maka para aparat hukum haruslah taat terhadap
hukum dan berpegang pada nilai-nilai moral dan etika yang berlaku di
masyarakat. Apabila kedua unsur ini terpenuhi maka di harapkan penegakan hukum
secara adil juga dapat terjadi di Indonesia.
Komentar
Posting Komentar