PENULISAN 8
“MASA MASA KEHIDUPAN DAHULU YANG ADA DI INDONESIA”
1. Masa kerajaan Hindu-Buddha
Kerajaan Taruma dan Kerajaan Sunda muncul di Jawa Barat, masing-masing pada
abad ke-4 dan ke-7, sedangkan Kerajaan Medang adalah kerajaan besar pertama yang
berdiri di Jawa Tengah pada awal abad ke-8.
Kerajaan Medang menganut agama Hindu dan
memuja Dewa Siwa, dan kerajaan ini membangun beberapa candi Hindu
yang terawal di Jawa yang terletak di Dataran Tinggi Dieng. Di Dataran Kedu pada abad ke-8 berkembang Wangsa Sailendra, yang merupakan pelindung agama Buddha Mahayana. Kerajaan mereka membangun berbagai candi pada
abad ke-9, antara lain Borobudur dan Prambanan di Jawa Tengah.
Sebuah stupa Buddha
di candi Borobudur, dari abad ke-9.
Sekitar abad ke-10, pusat kekuasaan bergeser
dari tengah ke timur pulau Jawa. Di wilayah timur berdirilah kerajaan-kerajaan Kadiri, Singhasari, dan Majapahit yang terutama mengandalkan pada pertanian padi,
namun juga mengembangkan perdagangan antar kepulauan Indonesia beserta Cina dan
India.
Raden Wijaya mendirikan Majapahit, dan kekuasaannya mencapai puncaknya pada masa
pemerintahan Hayam Wuruk (m. 1350-1389). Kerajaan
mengklaim kedaulatan atas seluruh kepulauan Indonesia, meskipun kontrol
langsung cenderung terbatas pada Jawa, Bali, dan Madura saja. Gajah Mada adalah mahapatih pada
masa Hayam Wuruk, yang memimpin banyak penaklukan teritorial bagi kerajaan.
Kerajaan-kerajaan di Jawa sebelumnya mendasarkan kekuasaan mereka pada
pertanian, namun Majapahit berhasil menguasai pelabuhan dan jalur pelayaran
sehingga menjadi kerajaan komersial pertama di Jawa. Majapahit mengalami
kemunduran seiring dengan wafatnya Hayam Wuruk dan mulai masuknya agama Islam ke Indonesia.
2.
Masa kerajaan Islam
Pada akhir abad ke-16, Islam telah melampaui
Hindu dan Buddha sebagai agama dominan di Jawa, melalui dakwah yang terlebih
dahulu dijalankan kepada kaum penguasa pulau ini. Dalam masa ini,
kerajaan-kerajaan Islam Demak, Cirebon, dan Banten membangun kekuasaannya. Kesultanan Mataram pada
akhir abad ke-16 tumbuh menjadi kekuatan yang dominan dari bagian tengah dan
timur Jawa. Para penguasa Surabaya dan Cirebon berhasil ditundukkan di bawah
kekuasaan Mataram, sehingga hanya Mataram dan Banten lah yang kemudian tersisa
ketika datangnya bangsa Belanda pada abad ke-17.
3.
Masa kolonial
Hubungan Jawa dengan kekuatan-kekuatan
kolonial Eropa dimulai pada tahun 1522, dengan diadakannya perjanjian antara Kerajaan Sunda dan Portugis di Malaka. Setelah kegagalan perjanjian tersebut, kehadiran Portugis selanjutnya
hanya terbatas di Malaka dan di pulau-pulau sebelah timur nusantara saja.
Sebuah ekspedisi di bawah pimpinan Cornelis de Houtman yang
terdiri dari empat buah kapal pada tahun 1596, menjadi awal dari hubungan
antara Belanda dan Indonesia. Pada akhir abad ke-18, Belanda telah
berhasil memperluas pengaruh mereka terhadap kesultanan-kesultanan di pedalaman
pulau Jawa (lihat Perusahaan
Hindia Timur Belanda di Indonesia). Meskipun orang-orang Jawa adalah
pejuang yang pemberani, konflik internal telah menghalangi mereka membentuk
aliansi yang efektif dalam melawan Belanda. Sisa-sisa Mataram bertahan sebagai Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.
Para raja Jawa mengklaim berkuasa atas kehendak Tuhan, dan Belanda mendukung
sisa-sisa aristokrasi Jawa tersebut dengan cara mengukuhkan kedudukan mereka
sebagai penguasa wilayah atau bupati dalam lingkup administrasi kolonial.
Di awal masa kolonial, Jawa memegang peranan
utama sebagai daerah penghasil beras.
Pulau-pulau penghasil rempah-rempah, misalnya kepulauan Banda, secara teratur mendatangkan beras dari Jawa
untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.
Inggris sempat menaklukkan Jawa pada
tahun 1811. Jawa kemudian menjadi bagian dari Kerajaan Britania Raya, dengan Sir Stamford Raffles sebagai Gubernur Jenderalnya.
Pada tahun 1814, Inggris mengembalikan Jawa kepada Belanda sebagaimana
ketentuan pada Traktat Paris.
Penduduk pulau Jawa kemungkinan sudah
mencapai 10 juta orang pada tahun 1815. Pada paruh kedua abad ke-18, mulai
terjadi lonjakan jumlah penduduk di kadipaten-kadipaten sepanjang pantai utara
Jawa bagian tengah, dan dalam abad ke-19 seluruh pulau mengalami pertumbuhan
populasi yang cepat. Berbagai faktor penyebab pertumbuhan penduduk yang besar
antara lain termasuk peranan pemerintahan kolonial Belanda, yaitu dalam
menetapkan berakhirnya perang saudara di Jawa, meningkatkan luas area
persawahan, serta mengenalkan tanaman pangan lainnya seperti singkong dan jagung yang dapat mendukung ketahanan pangan bagi
populasi yang tidak mampu membeli beras. Pendapat lainnya menyatakan bahwa
meningkatnya beban pajak dan semakin meluasnya perekutan kerja di bawah Sistem Tanam Paksa menyebabkan para pasangan berusaha
memiliki lebih banyak anak dengan harapan dapat meningkatkan jumlah anggota
keluarga yang dapat menolong membayar pajak dan mencari nafkah. Pada tahun
1820, terjadi wabah kolera di Jawa dengan korban 100.000
jiwa.
Kehadiran truk dan kereta api sebagai sarana
transportasi bagi masyarakat yang sebelumnya hanya menggunakan kereta dan
kerbau, penggunaan sistem telegraf, dan sistem distribusi yang lebih teratur di
bawah pemerintahan kolonial; semuanya turut mendukung terhapusnya kelaparan di
Jawa, yang pada gilirannya meningkatkan pertumbuhan penduduk. Tidak terjadi
bencana kelaparan yang berarti di Jawa semenjak tahun 1840-an hingga masa pendudukan Jepang pada
tahun 1940-an. Selain itu, menurunnya usia awal pernikahan selama abad ke-19,
menyebabkan bertambahnya jumlah tahun di mana seorang perempuan dapat mengurus
anak.
4.
Masa kemerdekaan
Nasionalisme Indonesia mulai tumbuh di Jawa
pada awal abad ke-20 (lihat Kebangkitan Nasional Indonesia),
dan perjuangan untuk mempertahankan
kemerdekaan setelah Perang Dunia II juga berpusat di Jawa. Kudeta G 30 S PKI yang
gagal dan kekerasan anti-komunis
selanjutnya pada tahun 1965-66 sebagian besar terjadi di pulau
ini. Jawa saat ini mendominasi kehidupan sosial, politik, dan ekonomi di
Indonesia, yang berpotensi menjadi sumber kecemburuan sosial. Pada tahun 1998
terjadi kerusuhan besar yang
menimpa etnis Tionghoa-Indonesia, yang
merupakan salah satu dari berbagai kerusuhan berdarah yang terjadi tidak berapa
lama sebelum runtuhnya pemerintahan Presiden Soeharto yang telah berjalan
selama 32 tahun.
Pada tahun 2006, Gunung Merapi meletus dan diikuti oleh gempa bumi yang
melanda Yogyakarta. Jawa juga sempat terkena
sedikit dampak wabah flu burung, serta merupakan lokasi bencana semburan lumpur panas Sidoarjo.
Komentar
Posting Komentar