PENULISAN 11
“KERAJAAN KEDIRI DAN PENINGGALANNYA”
Kerajaan Kediri (Kerajaan Panjalu) adalah
sebuah kerajaan dengan corak Hindu-Budha. Kerajaan yang berdiri pada tahun 1042
ini merupakan bagian dari kerajaan yang lebih besar, yaitu Kerajaan Mataram Kuno (Wangsa Isyana), dan pusat kerajaannya terletak di tepi sungai
Brantas yang merupakan jalur pelayaran besar pada masa itu.
1.
Berdirinya Kerajaan Kediri
Pada tahun 1019, Airlangga berhasil naik
menjadi raja Medang Kamulan. Saat sedang memerintah, Airlangga berhasil
mengembalikan kewibawaan Medang Kamulan dan akhirnya memindahkan pusat
pemerintahannya ke Kahuripan. Pada tahun 1041, Airlangga memerintahkan kerajaan
untuk dibagi menjadi dua bagian. Pembagian itu dilakukan oleh Mpu Bharada,
Brahmana yang terkenal sakti. Dua kerajaan yang terbelah tadi lalu dikenal
sebagai Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) dan dipisahkan oleh gunung
Kawi dan Sungai Brantas. Kejadian ini kemudian dikisahkan dalam prasasti
Mahasukbya, serat Calon Arang, dan kitab Negarakertagama. Meskipun tujuan awal
Airlangga memecah kerajaan menjadi dua adalah agar tidak ada perebutan
kekuasaan, pada praktiknya kedua putra Airlangga tetap bersaing bahkan setelah
mereka masing-masing diberi kerajaan sendiri.
Kerajaan Jenggala meliputi daerah Malang dan
delta sungai Brantas dengan pelabuhannya Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan, ibu
kotanya Kahuripan, sedangkan Panjalu kemudian dikenal dengan nama Kediri
meliputi Kediri, Madiun, dan ibu kotanya Daha. Berdasarkan prasasti-prasasti
yang ditemukan masing-masing kerajaan saling merasa berhak atas seluruh tahta
Airlangga sehingga terjadilah peperangan.
Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya karena
kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Putra yang bernama Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat bernama
Panjalu yang berpusat di kota baru, yaitu Daha. Sedangkan putra yang bernama Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan timur bernama Janggala yang berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan. Panjalu dapat dikuasai Jenggala dan diabadikanlah
nama Raja Mapanji Garasakan (1042 – 1052 M) dalam prasasti Malenga. Ia tetap
memakai lambang Kerajaan Airlangga, yaitu Garuda Mukha.
Mapanji Garasakan memerintah tidak lama.
Ia digantikan Raja Mapanji Alanjung (1052 – 1059 M). Mapanji Alanjung
kemudian diganti lagi olehSri Maharaja Samarotsaha. Pertempuran yang terus
menerus antara Jenggala dan Panjalu menyebabkan selama 60 tahun tidak ada
berita yang jelas mengenai kedua kerajaan tersebut hingga munculnya nama Raja
Bameswara (1116 – 1135 M) dari Kediri. Pada masa itu ibu kota Panjalu
telah dipindahkan dari Daha ke Kediri sehingga kerajaan ini lebih dikenal
dengan nama Kerajaan Kediri.
Pada awalnya perang saudara tersebut,
dimenangkan oleh Jenggala tetapi pada perkembangan selanjutnya Panjalu/Kediri
yang memenangkan peperangan dan menguasai seluruh tahta Airlangga. Dengan
demikian di Jawa Timur berdirilah kerajaan Kediri dimana bukti-bukti yang
menjelaskan kerajaan tersebut, selain ditemukannya prasasti-prasasti juga
melalui kitab-kitab sastra. Dan yang banyak menjelaskan tentang kerajaan Kediri
adalah hasil karya berupa kitab sastra. Hasil karya sastra tersebut adalah
kitab Kakawin Bharatayudha yang ditulis Mpu Sedah dan Mpu Panuluh yang
menceritakan tentang kemenangan Kediri/Panjalu atas Jenggala.
2. Raja-Raja Kerajaan Kediri
· Sri Samarawijaya, merupakan putra Airlangga yang namanya ditemukan dalam
prasasti Pamwatan (1042).
· Sri Jayawarsa, berdasarkan prasasti Sirah Keting (1104). Tidak diketahui
dengan pasti apakah ia adalah pengganti langsung Sri Samarawijaya atau bukan.
· Sri Bameswara, berdasarkan prasasti Padelegan I (1117), prasasti
Panumbangan (1120), dan prasasti Tangkilan (1130).
· Sri Jayabhaya, merupakan raja terbesar Panjalu, berdasarkan prasasti
Ngantang (1135), prasasti Talan (1136), dan Kakawin Bharatayuddha (1157).
Sri Sarweswara, berdasarkan prasasti Padelegan II (1159) dan prasasti Kahyunan (1161).
Sri Sarweswara, berdasarkan prasasti Padelegan II (1159) dan prasasti Kahyunan (1161).
· Sri Aryeswara, berdasarkan prasasti Angin (1171).
· Sri Gandra, berdasarkan prasasti Jaring (1181).
· Sri Kameswara, berdasarkan prasasti Ceker (1182) dan Kakawin
Smaradahana.
· Sri Kertajaya, berdasarkan prasasti Galunggung (1194), Prasasti Kamulan
(1194), prasasti Palah (1197), prasasti Wates Kulon (1205), Nagarakretagama,
dan Pararaton.
3.
Kehidupan Ekonomi
Kediri merupakan kerajaan agraris dan
maritim. Masyarakat yang hidup di daerah pedalaman bermata pencaharian sebagai
petani. Hasil pertanian di daerah pedalaman Kerajaan Kediri sangat melimpah
karena didukung oleh kondisi tanah yang subur. Hasil pertanian yang melimpah
memberikan kemakmuran bagi rakyat.
Masyarakat yang berada di daerah pesisir
hidup dari perdagangan dan pelayaran. Pada masa itu perdagangan dan pelayaran
berkembang pesat. Para pedagang Kediri sudah melakukan hubungan dagang dengan
Maluku dan Sriwijaya.
Pada masa itu, mata uang yang terbuat dari
emas dan campuran antara perak, timah, dan tembaga sudah digunakan. Hubungan
antara daerah pedalaman dan daerah pesisir sudah berjalan cukup lancar. Sungai
Brantas banyak digunakan untuk lalu lintas perdagangan antara daerah pedalaman
dan daerah pesisir.
4.
Kehidupan Sosial Budaya
Kondisi masyarakat Kediri sudah teratur. Penduduknya sudah memakai kain sampai di bawah lutut, rambut diurai, serta rumahnya bersih dan rapi. Dalam perkawinan, keluarga pengantin wanita menerima maskawin berupa emas. Orang-orang yang sakit memohon kesembuhan kepada dewa dan Buddha.
Perhatian raja terhadap rakyatnya sangat
tinggi. Hal itu dibuktikan pada kitab Lubdaka yang berisi tentang kehidupan
sosial masyarakat pada saat itu. Tinggi rendahnya martabat seseorang bukan
berdasarkan pangkat dan harta bendanya, tetapi berdasarkan moral dan tingkah
lakunya. Raja juga sangat menghargai dan menghormati hak-hak rakyatnya.
Akibatnya, rakyat dapat leluasa menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Pada zaman Kediri karya sastra berkembang
pesat. Banyak karya sastra yang dihasilkan. Pada masa pemerintahan Jayabaya,
raja pernah memerintahkan kepada Empu Sedah untuk mengubah kitab Bharatayuda ke
dalam bahasa Jawa Kuno. Karena tidak selesai, pekerjaan itu dilanjutkan oleh
Empu Panuluh. Dalam kitab itu, nama Jayabaya disebut beberapa kali sebagai
sanjungan kepada rajanya. Kitab itu berangka tahun dalam bentuk candrasangkala,
sangakuda suddha candrama (1079 Saka atau 1157 M). Selain itu, Empu Panuluh
juga menulis kitab Gatutkacasraya dan Hariwangsa.
Pada masa pemerintahan Kameswara juga ditulis
karya sastra, antara lain sebagai berikut.
· Kitab Wertasancaya, yang berisi petunjuk tentang cara membuat syair yang
baik. Kitab itu ditulis oleh Empu Tan Akung.
· Kitab Smaradhahana, berupa kakawin yang digubah oleh Empu Dharmaja.
Kitab itu berisi pujian kepada raja sebagai seorang titisan Dewa Kama. Kitab
itu juga menyebutkan bahwa nama ibu kota kerajaannya adalah Dahana.
· Kitab Lubdaka, ditulis oleh Empu Tan Akung. Kitab itu berisi kisah
Lubdaka sebagai seorang pemburu yang mestinya masuk neraka. Karena pemujaannya
yang istimewa, ia ditolong dewa dan rohnya diangkat ke surga.
Selain karya sastra tersebut, masih ada karya
sastra lain yang ditulis pada zaman Kediri, antara lain sebagai berikut.
· Kitab Kresnayana karangan Empu Triguna yang berisi riwayat Kresna
sebagai anak nakal, tetapi dikasihi setiap orang karena suka menolong dan
sakti. Kresna akhirnya menikah dengan Dewi Rukmini.
· Kitab Samanasantaka karangan Empu Managuna yang mengisahkan Bidadari
Harini yang terkena kutuk Begawan Trenawindu.
Adakalanya cerita itu dijumpai dalam bentuk
relief pada suatu candi. Misalnya, cerita Kresnayana dijumpai pada relief Candi
Jago bersama relief Parthayajna dan Kunjarakarna.
5.
Masa Kejayaan Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaan
ketika masa pemerintahan Raja Jayabaya. Daerah kekuasaannya semakin meluas yang
berawal dari Jawa Tengah meluas hingga hampir ke seluruh daerah Pulau Jawa.
Selain itu, pengaruh Kerajaan Kediri juga sampai masuk ke Pulau Sumatera yang
dikuasai Kerajaan Sriwijaya. Kejayaan pada saat itu semakin kuat ketika
terdapat catatan dari kronik Cina yang bernama Chou Ku-fei pada tahun 1178 M
berisi tentang Negeri paling kaya di masa kerajaan Kediri pimpinan Raja Sri
Jayabaya. Bukan hanya daerah kekuasaannya saja yang besar, melainkan seni
sastra yang ada di Kediri cukup mendapat perhatian. Dengan demikian, Kerajaan
Kediri semakin disegani pada masa itu.
6.
Runtuhnya Kerajaan Kediri
Runtuhnya kerajaan Kediri dikarenakan pada
masa pemerintahan Kertajaya , terjadi pertentangan dengan kaum Brahmana. Mereka
menggangap Kertajaya telah melanggar agama dan memaksa meyembahnya sebagai
dewa. Kemudian kaum Brahmana meminta perlindungan Ken Arok , akuwu Tumapel.
Perseteruan memuncak menjadi pertempuran di desa Ganter, pada tahun 1222 M.
Dalam pertempuarn itu Ken Arok dapat mengalahkan Kertajaya, pada masa itu
menandai berakhirnya kerajaan Kediri.
Setelah berhasil mengalah kan Kertanegara,
Kerajaan Kediri bangkit kembali di bawah pemerintahan Jayakatwang. Salah
seorang pemimpin pasukan Singasari, Raden Wijaya, berhasil meloloskan diri ke
Madura. Karena perilakunya yang baik, Jayakatwang memperbolehkan Raden Wijaya
untuk membuka Hutan Tarik sebagai daerah tempat tinggalnya. Pada tahun 1293,
datang tentara Mongol yang dikirim oleh Kaisar Kubilai Khan untuk membalas
dendam terhadap Kertanegara. Keadaan ini dimanfaatkan Raden Wijaya untuk
menyerang Jayakatwang. Ia bekerjasama dengan tentara Mongol dan pasukan Madura
di bawah pimpinan Arya Wiraraja untuk menggempur Kediri. Dalam perang tersebut
pasukan Jayakatwang mudah dikalahkan. Setelah itu tidak ada lagi berita tentang
Kerajaan Kediri.
7.
Prasasti Peninggalan Kerajaan Kediri
Sejarah tentang kerajaan Kediri diketahui
dari beberapa peninggalan Kerajaan Kediri, salah satunya dari prasasti Kerajaan
Kediri. Berikut prasasti-prasastinya.
· Prasasti Sirah Keting.
Prasasti ini berisi tentang pemberian penghargaan berupa tanah dari
Jayawarsa kepada rakyat desa sebab telah berjasa.
· Prasasti di Tulungagung dan Kertosono.
Kedua prasasti ini berisi tentang masalah keagamaan. Kedua prasasti ini
berasal dari Raja Kameshwara.
· Prasasti Ngantang.
Prasasti ini berisi tentang pemberian hadiah berupa tanah nan dibebaskan
dari pajak oleh Jayabaya. Prasasti ini ditujukan buat rakyat Desa Ngantang
sebab telah mengabdi buat Kemajuan Kediri.
· Prasasti Jaring.
Prasasti ini dibuat oleh Raja Gandra. Isinya ialah nama-nama nan berasal
dari nama hewan, seperti Tikus Jinada, Kebo Waruga, dan sebagainya. Hal ini
memunculkan adanya birokrasi kerajaan.
· Prasasti Kamulan.
Prasasti ini berisi tentang peristiwa dikalahkannya musuh oleh Kediri di
istana Katang-Katang.
· Prasasti Padelegan.
Prasasti ini dibuat oleh Raja Kameshwara guna mengenang rasa bakti
penduduk Padelegan pada raja.
· Prasasti Panumbangan.
Prasasti ini berisi tentang pemberian anugerah raja buat penduduk
Panumbangan sebab telah mengabdi kepada rakyat.
· Prasasti Talan.
Prasasti ini berisi tentang diberikannya hak istimewa oleh raja kepada
penduduk Desa Talan dengan cara membebaskan rakyat dari pajak.
· PrasastiCeker
Prasasti ini berisi tentang anugerah raja nan diberikan kepada penduduk Desa Ceker sebab telah mengabdi buat kemajuan Kediri.
Prasasti ini berisi tentang anugerah raja nan diberikan kepada penduduk Desa Ceker sebab telah mengabdi buat kemajuan Kediri.
Komentar
Posting Komentar